Tiada kabut musim kemarau yang menyelimuti alis pagimu.
Juli di rambutmu masih basah, masih menyimpan tetes dan rerumputan yang ditinggalkan hujan.
Dan setiap kutatap matamu lewat panorama di jendela, aku menemukan lembah nan hijau, puspa warna, kicau prenjak menginjak tuts-tuts piano di pucuk-pucuk cemara, dan luruh gerimis.
Kulihat seikat pelangi tumbuh di bola matamu.
Dan hujan menyembunyikan semua jejak.
Kuberteduh menatapmu memperhatikan bulir hujan menetes ke dalam puisi.
Aku terhanyut bersama kesunyian yang diselundupkan hujan
yang dibiarkan mengambang dalam genangan ilusi.
Dan hujan meninggalkan hening semua denting.
Bening matamu selalu kuingat
ia adalah kolam sajak seluruh kata yang menyembul dalam bahasa hatiku.
(from vanjoss.blogspot.com)